Kamis, 22 November 2012

ASUMSI MENJENGKELKAN

Qotir merebahkan tubuhnya yang hanya berbobot 60 kg ke atas kasur berselimutkan sprei berwarna putih dengan garis abu-abu. Warna sprei itu mengingatkan Qotir kembali ke masa lalunya bersama Lela, mengenang masa-masa indahnya menjalin hubungan di usia labil berpakaian seragam putih abu-abu. Qotir hanya tersenyum kecil. Pandangan ke arah langit-langit rumahnya seakan memberikan arti tersendiri. Seekor cicak yang kebetulan berada di tempat kejadian memasang wajah tanpa ekspresi . Ia bertanya-tanya jauh di dalam  hatinya yang lebih kecil dari tubuhnya. “Apa yang ada dalam benak makhluk raksasa yang memandangi dirinya itu?”. Ternyata cicak itu baru sadar bahwa ia dalam keadaan tanpa busana. Cicak itu pun lari menuju ruangan lain selain ruangan kamar Qotir. Sementara itu, Qotir masih tersenyum-senyum tanpa makna
Menjadi pasangan yang setia merupakan impian setiap pasangan.Baik laki-laki atau wanita, baik jantan atau betina, baik manusia atau hewan.Walaupun menurut Qotir, hanya buayalah satu-satunya hewan yang paling setia. Itu di karenakan Qotir sering melihat roti  berbentuk buaya dalam acara-acara pernikahan di keluarga besarnya. Kakek Qotir, Engkong Ali, mengatakan bahwa lambang hewan buaya dalam media roti menunjukan kesungguhan setiap pasangan dalam menjalin hubungan resmi di mata Tuhan. Itulah yang ingin Qotir tunjukan. MENJADI PASANGAN YANG SETIA. Tetapi kini, kesetiaan itu diambang krisis-krisis. Baik krisis kepercayaan, krisis akan suatu curiga, atau bahkan krisis ingin mendua.
“Tir,Qotir, makan malem dulu nyok! Nih emak udah masakin gulai kambing nih!” Teriak Bunaya, Emak Qotir, dengan suara persis seperti bintang film zaman dahulu, Mpok Nori, atau lebih tepatnya Emak Nori.
“Iye nyak!, ga usah pake teriak juga kali, ntar putus tu pita suaranye !” Jawab Qotir yang sedang menutup pintu kamarnya hendak menuju meja makan yang berada di tengah-tengah ruang keluarga
“Elu nyumpahin pita suare emak lu sendiri putus Tir? Durhake elu!”
Qotir hanya diam. Kesunyian datang menghampiri seisi ruangan sejenak untuk menghangatkan suasana makan malam. Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut pemuda kurus berambut jarang itu. Qotir yang memasang muka muram langsung melahap santapan yang ada di depannya. Nasi putih dengan lauk gulai kambing yang diatasnya ditaburi bawang goreng tidak membuat Qotir merasa baikan. Tampang Qotir tetap pada tahap awal ia duduk di kursinya. Bunaya sempat heran dengan sikap anak sulungnya. Perasaan Bunaya, ia tidak membubui masakannya dengan serbuk yang ada dalam pil, kapsul atau semacamnya yang bisa membuat orang terlihat ingin jatuh pingsan. Sudah dari lima hari yang lalu, Bunaya melihat tampang Qotir seperti ini, tidak biasanya Qotir bermuram durja lebih dari sehari. Tampang Qotir yang terlihat bagaikan buruh yang baru saja di pecat oleh atasannya karena alasan tertentu, membuat Bunaya ingin tahu apa sebab musabab Qotir terlihat seperti ini.
“Lu lagi ga enak badan tir?” Tanya Bunaya sambil memegangi kening Qotir dengan membalikkan kedua telapak  tangannya.
“Aye kaga nape-nape nyak, udah nyak ah Qotir pan lagi makan!”Qotir menjawab sambil menguyah nasi yang masih berada dalam mulutnya.
“Nyak cuman mau nge-cek doang barangkali lu kenape-nape, soalnya dari  seminggu kemaren mukelu begitu mulu!. Nyak khawatir ame lu. Ade perkare ape sih?” Bunaya kembali bertanya sambil membetulkan posisi duduknya kearah yang lebih serius demi mendengarkan penjelasan anak tercintanya.
“Kaga ade ape-ape nyak, kaga ada yang perlu di khawatirin, Qotir baek-baek kok!”
“iye, iye nyak tau lu baek-baek, badan lu sehat, tapi tampang lu itu tir. Ade ape sih tir? Hmmm…. Masalah lagi ye ama Lela?” Seperti seorang peramal ulung, Bunaya langsung bisa menebak akar masalah yang ada dalam pikiran Qotir, meskipun ia melakukannya secara tidak sengaja. Suasana tegang sesaat. Dua ikan Mas Koki yang berada di dalam akuarium belakang meja makan mereka berdua, menahan nafasnya sambil memandangi dua manusia yang berada di alam daratan dengan mata melotot dan mulutnya yang tidak bisa diam, membuka dan menutup. Mereka tidak sabar menunggu apa jawaban yang akan di lontarkan Qotir kepada Sang Peramal Ulung, Bunaya, emaknya sendiri.
Qotir sedikit terkejut sehingga ia menghentikan kunyahannya yang kesekian.Tapi suasana kembali tenang, atau lebih nyatanya suasana tegang.  Qotir tidak habis pikir, emaknya yang sudah berusia kepala tiga itu bisa menebak  asal muasal kenapa ia memasang muka muram dari lima hari yang lalu. Mendengar jawaban emaknya yang sedikit mengejutkan satu ruangan keluarga yang pada momen itu hanya dihuni dua manusia, Ibu dan anak, Qotir sebagai pemegang peran anak, tidak menjawab sepatah kata. Ia lebih memilih bungkam soal Lela, apalagi kalau harus menceritakan kepada emaknya. Pasti nasihatnya, “Tenang, jodoh ga bakalan kemana” atau seperti ini, “Cinta itu tidak memandang jarak, ruang, rupa, bahkan kedudukan.”Tetapi dengan aksen Betawi pinggiran, dan seperti biasa, nada ala Emak Nori
Sudah banyak cerita tentang kekasih Qotir yang satu ini. Lela, anak tunggal dari seorang ketua RW 08 Kampung Situ, Bapak Dayat, tidak lebih dari gadis seperti gadis-gadis yang lainnya. Perempuan berdarah sunda-betawi ini mulai memancarkan sinar kecantikannya ketika ia berusia 15 tahun, atau ketika ia mulai memasuki masa-masa SMA. Para lelaki di kampungnya, mulai dari yang berhidung normal sampai yang berhidung belang, dari yang berusia sebaya dengannya sampai yang sudah berusia sama dengan usia NKRI, telah dipikat oleh kemolekan dan kecantikan gadis Bapak Rukun Warga Kampung Situ ini. Ayahnya, yang dulu hanya bekerja sebagai wiraswasta yang berpenghasilan tidak tetap, ikut merasakan manfaatnya mempunyai gadis belia yang cantik nan jelita seperti Lela. Popularitasnya sebagai warga Kampung Situ dari hari ke hari makin meningkat, seperti data statistik kemiskinan di suatu negara antah berantah bernama Indonesia. Pada pagi hari, siang hari, atau malam hari, ada saja orang yang bertamu kerumahnya hanya demi bertemu dengan anaknya, Lela. Mereka bahkan ada yang membawa bingkisan seperti kue-padahal bukan suasana lebaran-, sarung dari Mekah,-bagi mereka yang baru pulang umroh atau haji-, dan sebagainya yang tidak bisa di sebutkan karena barang-barang tersebut dijual kembali oleh ayahnya yang berjiwa entrepreneurship sejati. Bahkan pada suatu hari, ketika ketua RW yang lama sudah hampir habis masa jabatannya karena umurnya yang sudah terlalu kematangan, banyak warga-terutama para lelaki-, yang mencalonkan Bapak Dayat sebagai ketua RW yang baru untuk memimpin kampung mereka, Kampung Situ.  Tentu saja kalau ditanya apa alasan mereka semua mencalonkan Bapak Dayat sebagai ketua RW yang baru, pasti semua warga -terutama yang laki-laki- kompak mempunyai alasan yang sama.
Memasuki usia ke 17 tahun, tepat pada usia transisi antara remaja menuju dewasa, Lela mulai dikenal seluruh kampung. Ia mulai dincar oleh banyak laki-laki kaya dari kampung lain untuk dijadikan aset berharga. Semua berlomba-lomba mengisi kekosongan hati Lela dengan cara apapun. Tetapi anehnya, dari sekian banyak pemuda bahkan sampai yang dulunya dibilang pemuda, Lela hanya tertarik oleh satu pemuda saja. Pemuda yang satu sekolah dengannya di SMAN Baru Jakarta, pemuda dengan pembawaan cuek, easy going, dan sedikit apatis itu berambut jarang alias botak. Sikap kritisnya akan sesuatu telah merobek hatinya dalam pandangan yang berbeda.  Meskipun tidak tampan seperti artis-artis zaman sekarang, Lela berani bertaruh bahwa ia tidak salah berpacaran dengan pemuda yang hanya mempunyai berat 60 kg dan tinggi 179 cm. Pemuda yang bernama lengkap Muhammad Qotir Makjub lah yang telah merebut kesempatan para pemuda lainnya dan para veteran dari kampung-kampung lain yang ingin sekali menjelajahi kecantikan alam dari seseorang bernama Lela.
Peristiwa awal dari perjalanan kekasih ini bisa di bilang hebat. Bahkan salah satu murid yang pada saat itu menjadi saksi penembakan Lela oleh Qotir, Japra, akan mengadaptasikannya dalam sebuah novel yang Insya Allah akan terjual habis atau best seller ketika di terbitkan. Qotir memang telah menyukai Lela ketika mereka berdua satu kelas pada saat kelas 11. Buat Qotir sendiri, menjadikan Lela sebagai pendampingnya akan membuat dirinya terkenal satu sekolah. Walaupun ini bertentangan dengan perwatakannya yang apatis itu. Tapi apa boleh buat, pedang sudah dicabut, Qotir tinggal menentukan kearah mana ia akan menusukkan pedangnya agar Lela jatuh terkulai lemas di hadapannya. Dan disinilah awal peristiwa hebat itu terjadi. Dengan gagah berani bak seorang Spartan yang akan melawan ratusan tentara Persia, Qotir mulai menunjukan sisi lain dari kelebihannya. Bermodalkan bunga mawar yang hampir layu karena di beli dengan harga murah, Qotir mulai menancapkan pedang gaib di hati Lela dan seraya berkata “neng, mau ga jadi pacar abang? Ntar kalo neng nerima, abang janji bakalan setia deh!”.Satu kelas terdiam menahan tawa, air mata jenaka siap turun menuju daratan yang berlapisi keramik tanpa muara. Mereka semua tidak bersorak kegirangan.Tidak terpikir dalam otak mereka, Qotir menembak Lela tanpa rayuan atau basa-basi, langsung ke intinya. Seakan terhipnotis dengan kata-kata pemuda botak itu, Lela hanya mengatakan satu  kata,-dan aneh jika di bayangkan oleh seisi kelas dengan 39 murid didalamnya-, “YA!”.  Itulah jawaban Lela kepada Qotir -entah dalam keadaan sadar atau tidak ia menjawabnya. Lama kelamaan Qotir mulai merasakan keganjilan, Mengapa mereka semua hanya diam saja?.Semua kelas hening cukup lama ketika Qotir melakukan aksi yang bisa dibilang nekat. Sino, Buyung, Entin, dan Rozak menutup mulut mereka dengan buku tulis yang ada di depan meja mereka masing-masing sambil bersuara kecil mencoba menahan tawa yang ingin keluar penasaran. Kodir bisa di bilang paling parah.Belum sempat Lela menjawab pertanyaan isi hati Qotir, anak tukang siomay itu sudah tertawa lepas dengan mulut menganga yang didalamnya terdapat sekitar dua puluh gigi yang letaknya tidak beraturan. Setelah kelas cukup lama sunyi akibat insiden langka tersebut, beberapa menit kemudian seisi kelas bersorak dan berteriak. Salah seorang murid ada yang melemparkan buku mereka ke atas, ada juga yang menaiki meja sambil bereteriak “Amazing Qotir, Capucinno buatanmu,  Numero Uno” . Entah aksen apa yang dipakai oleh anak tersebut tetapi kini Qotir puas dan lega, sekarang ia tinggal menikmati hasil jerih payahnya.
Memang hubungan Qotir dan Lela tidak selalu berjalan dengan apa yang mereka berdua harapkan -terutama bagi Lela yang menganggap Qotir sebagai pria yang berbeda dari yang lainnya-, ada saja gunjingan dari pihak sana sini, terutama gunjingan soal Lela yang notabennya selalu diinginkan setiap laki-laki. Bahkan ada suatu sindiran ketika mereka sedang berjalan pagi mengelilingi Komplek Senayan
“eh coy ada cewe cakep tuh!” kata orang pertama dengan mata yang terpaku melihat Lela
“iye cakep, tapi sayang ada monyetnya!”
Dengan spontan Qotir menengok kebelakang dan menghampiri dua orang tersebut sambil memberinya pelajaran dengan tangan kanannya yang mengepal penuh amarah.Keributan tidak bisa dihindari.Tapi sayang, Qotir kurang beruntung dalam keributan itu. Lela sebagai pacarnya, menenangkan Qotir dengan memberinya wejangan-wejangan, tapi wejangan yang diberikan kepadanya, menurut Qotir sangat menggurui. Ini yang tidak disukai oleh Qotir, Qotir sontak melepaskan kata-kata yang lebih dari menggurui kepada Lela. Di sinilah awal mula krisis-krisis akan perpecahan itu terjadi. Lela yang sangat amat mencintai Qotir hanya bisa diam, ia tidak mau menyeret dirinya kedalam kubangan yang akan membuat hubungan mereka pecah. Tidak hanya di tempat umum, di lingkungan sekolah pun, kedua pasangan ini selalu dihantui gosip yang bergentayangan, anehnya gosip itu selalu menggentayangi Lela, bukan Qotir.Wajah Lela yang masih cantik meski sudah mempunyai pacar dengan wajah biasa saja, membuat para laki-laki di SMAN Baru Jakarta, sekarang berlomba-lomba menjatuhkan Qotir demi memperbaiki citra Lela sebagai perempuan.
Kegeraman Qotir hampir mencapai puncaknya, tapi ia tidak mau melepaskan Lela begitu saja, tetapi ia juga tidak mau nama baiknya diinjak-injak hanya karena ia berhubungan dengan Lela. Lela yang mendengar gosip itu, tidak peduli, rasa sayangnya masih sepenuhnya kepada Qotir meski Qotir  selalu menuduhnya dengan asumsi yang tak masuk akal. Sekarang Qotir  hanya sibuk dengan keapatisannya sendiri. Hubungan mereka kini mulai diuji oleh Tuhan, atau oleh Syaitan. Dulu -seminggu sekali- Qotir selalu mengajak Lela melakukan aktivitas bersama-sama. Baik itu diskusi, belajar bersama, atau hanya sekedar nongkrong meminum secangkir kopi. Tetapi kini aktivitas itu hanya menjadi sebuah cerita yang tidak pantas lagi untuk di ceritakan. Qotir hanya sibuk dengan kesibukannya.Sifat cuek, easy going, dan apatisnya, membawanya jauh kedalam jurang keambiguan.
Dua Tahun menjalin hubungan bukan hal yang mudah , terutama bagi Qotir dan Lela. Sekarang mereka berdua telah lulus dari SMA. Seperti murid-murid lainnya, Qotir dan Lela saling berjabat tangan sambil bertukar pandang. Pandangan yang menurut Lela telah menyejukkan hatinya kembali setelah hampir 12 bulan tersesat dalam pencarian jati diri Qotir, pasangannya. Pandangan yang juga telah menghangatkan badan Qotir setelah sekian lama membeku dalam keapatisannya. Ujian yang sesungguhnya akan terjadi di sini. Ketika Lela merencanakan kuliah di luar Kota, tepatnya di Universitas Brawijaya, sedangkan Qotir yang lebih memilih kuliah di Jakarta, tepatnya di Universitas Negeri Jakarta. Mereka berdua seakan mengibarkan bendera perang kembali. Walaupun Lela berjanji bahwa ia akan pulang ke Jakarta pada akhir Desember tetapi percecokan diantara keduanya kini benar-benar tidak dapat di hindari. Jalan keluar akhirnya sudah diambil. Musyawarah mufakat telah disepakati. Lela senang akan keputusan Qotir yang terus melanjutkan hubungan mereka -meskipun hubungan jarak jauh. Lela langsung memeluk Qotir dengan erat. Qotir tidak bisa berkata apa-apa.Mulutnya seakan tertutup rapat di retsletingi oleh bibirnya sendiri. Bisa dibilang ironis, karena ini pertama kalinya mereka berpelukan selama 2 tahun berpacaran. Qotir segera melepaskan badannya dari pelukan hangat Lela. Mereka berdua telah berjanji akan terus mempertahankan hubungan ini, meskipun Qotir masih berat menerimanya. Sangat Berat.
Suara motor Satria F melaju kencang dari arah Universitas Islam Negeri Jakarta menujBogor. Angin malam ikut melaju dengan membawa hawa dingin yang seakan menusuk kedalam tubuh hingga ke hati pengendara motor yang berjaket kulit tersebut. Mobil ambulan dari arah berlawanan meluncur cepat dengan suara sirenenya yang tiada henti, mencoba memberitahu pengendara lain bahwa akan ada satu nyawa lagi yang akan melayang didalam mobil itu.Dari dimensi lain, malaikat pencabut nyawa membututi dari belakang mobil ambulan, dengan jubah serba hitam dan membawa tongkat, ia siap melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasannya. Sementara itu, pemuda yang membawa motor Satria F menambah kecepatan laju motornya, suasana sepi kota Pamulang membawanya ke dalam lembah kesendirian menuju kota hujan, Bogor. Dari dalam helm, raut wajah terlihat abstrak, marah, sedih, gelisah, bimbang, dan rindu melanda dan menerpa wajah pemuda yang semakin menambah laju kecepatan motornya.Sebelum berangkat, ternyata ia dalam keadaan hampir meledak, kepalanya makin mengeras, tanganya mengepal tinju yang siap menghantam apa saja yang ada di depannya. Kekasihnya yang berada di kota apel, Malang, ternyata sudah lupa akan dirinya. Pesan, telepon, tidak pernah di jawabnya walau hanya satu kata.Ia berasumsi bahwa kekasih jarak jauhnya kini telah asyik bersama pria lain yang lebih mapan, tampan,  dan intelek daripada dirinya. Asumsi dari dirinya sendiri itu makin membuatnya geram bercampur kangen.Geram ingin memukuli pria itu jika benar adanya, kangen ingin memeluk kekasihnya yang telah lama jauh dari dirinya. Suara motor melaju makin kencang, keramaian mulai terlihat di depan, tetapi hatinya masih sepi sunyi.  Suara hanphone berbunyi dibarengi dengan getaran, ia kaget, sangat kaget, roda motornya yang masih melaju kencang tidak mampu menahan rem yang telah ia tekan dengan jemari tangan kanannya. Ban depan motornya berdecit, mengeluarkan sedikit bunyi bahwa pertanda buruk akan terjadi, sedangkan ban belakang masih memutar kencang. GUBRAKKKKK!. Pemuda itu terhempas ke tanah dengan helm yang terlepas  jauh dari kepalanya. Belum sempat ia berteriak kesakitan, ia langsung tersungkur. Ia tak sadarkan diri selama beberapa saat. Kemudian, dengan sisa tenaganya, ia langsung mengambil handphone dari saku jaketnya. Matanya yang sipit akibat berbenturan dengan aspal jalan masih melihat-lihat kearah layar handphonenya. Satu pesan dari seseorang bernama Lela. ”Tir, aku sekarang udah di Jakarta, kebetulan sekarang aku mau maen kerumah kamu. Mau curhat banyak tir. Boleh ya?”. Pemuda itu kemudian menaruh handphonenya ke dalam sakunya kembali, pesannya tidak ia balas. Selang beberapa menit,  keramaian dan mobil ambulan datang menolong pemuda malang yang hampir tidak terselematkan itu. Roda ambulan melaju pelan dibarengi dengan sirene yang akan segera berbunyi pertanda bahwa akan ada satu nyawa lagi yang tidak akan terselamatkan. Di dalam ambulan, pemuda itu berbaring dan melihat samar-samar kekasihnya yang bernama Lela duduk disampingnya didampingi pria asing berjubah hitam. Mobil ambulan pun pergi meninggalkan tempat dibarengi khalayak yang masih ramai memperbincangkan kronologi kejadian itu. Beberapa saat, Malam kota Pamulang kembali sunyi.



Deni (temboksastra.blogspot.com)

Minggu, 04 November 2012

Iseng #Part 2

Seperti biasa. Lagi tenangnya gua di depan PC kesayangan gua.Gua (Ortu gua deng) beli nih PC tahun -kalo ga salah- 2010. Yah sekitar tahun itulah. Oh iya ini hari Minggu. Bentar lagi ada EPL, dan yang maen itu LIVERPOOL men!!! Lawannya sekarang rada berat nih. The Magpies alias Newcastle United. Mangkanya nih gua siapin fisik buat tidur tengah malem ntar, Hehehe

Ngomong-ngomong nyiapin fisik buat nonton bola, sekarang gua juga lagi bikin tugas. Parah nih tugas numpuk banget. Ada fonologi, menyimak, membaca, filsafat, ama sejarah sastra. Tuh tugas Insya Allah bakalan gua kebut dan akan selesai sekitar dua hari (aseek). dan sekarang juga lagi siap-siap buat UTS pertama gua sebg mahasiswa. 

Oke segitu aja kali yeee, gua ga mau banyak berkoar di sini. Masih banyak tugas yang kebengkalai noh. caoo ya.  Wassalam!