Jumat, 07 Juni 2013

PENYAKIT MURUNG DAN SERBA-TERAKHIR DALAM FIKSI INDONESIA

Tulisan ini tidak berhubungan sama sekali dengan catatan yang saya tulis atas cerpen Requiem Kunang-Kunang Agus Noor beberapa hari lalu. Namun memang benar bahwa kalimat pertama cerpen itu--Barangkali aku akan menjadi kunang-kunang terakhir di kota—segera mengingatkan saya pada rasa penasaran yang sejauh ini laten di dalam benak dan tidak sempat tersampaikan: ialah kecenderungan serba-terakhir dalam fiksi kita.
Tentang kunang-kunang terakhir itu, saya kira memang hanya itu pilihannya. Kalau ia merasa akan menjadi kunang-kunang pertama, mungkin akan ada kesan bahwa ia takabur. Sementara menjadi kunang-kunang nomor dua atau nomor sembilan puluh tiga atau kunang-kunang pertengahan tentunya tidak memperkuat efek murung yang hendak dibangun.

Sejauh ini, saya tidak mengembangkan dugaan serius tentang kenapa kecenderungan melodramatik seperti itu cukup merajalela dalam fiksi kita. Anda boleh mengembangkan dugaan anda sendiri, misalnya bahwa hal itu dimaksudkan untuk membuat cerita betul-betul menyedihkan, atau itu adalah kecenderungan berlebihan yang muncul tanpa disadari oleh para penulis untuk membuat tokoh ceritanya terlunta-lunta, atau itu sebuah isyarat kepada para pembaca bahwa yang sedang mereka hadapi adalah cerita yang meyedihkan, karena itu mereka harus menyediakan saputangan untuk menyeka air mata yang bakal membanjir.

Berkat kunang-kunang terakhir Agus Noor itu, saya jadi ingat segala hal terakhir yang pernah saya baca, yakni penari terakhir, surat terakhir, saputangan terakhir, lagu terakhir, pesan terakhir, pidato terakhir lukisan terakhir--seolah-olah itu semua menjadi semacam duplikasi tak sadar atas adegan the last supper dalam biografi Yesus.

Di bawah ini adalah 30 judul cerpen (saya tidak mencantumkan nama para penulisnya untuk alasan yang sepenuhnya pribadi) yang dengan cepat saya temukan dengan memanfaatkan mesin pencari internet. Urutan-urutannya hanya berdasarkan kemunculan judul tersebut pada mesin pencari.


  1. Bunga Tabur Terakhir
  2. Malam Terakhir
  3. Penari Terakhir
  4. Hari Terakhir telah Tiba
  5. Lagu Terakhir untuk Paijo
  6. Nasihat Terakhir
  7. Alamat Terakhir
  8. Gedung Bioskop Terakhir
  9. Kelopak Mawar Terakhir
  10. Pesan Terakhir Ayahku untuk Ibu Rabinem dan Mas Gotri
  11. Perjalanan Terakhir
  12. Uang Terakhir
  13. Kisah Lirik Lagu Terakhir
  14. Nyanyian Terakhir
  15. Puisi Terakhir
  16. Festival Terakhir untuk Intan
  17. Secangkir Kopi di Senja Terakhir
  18. Bukan Hari Terakhir
  19. Kucing Hitam atau Parit Terakhir
  20. Air Mata Terakhir Bunda
  21. Kereta Api Terakhir
  22. Senja Terakhir
  23. Pelabuhan Terakhir
  24. Terminal Cinta Terakhir
  25. Dermaga Terakhir
  26. Senyuman Terakhir
  27. Hari Terakhir Mei Lan
  28. Anniversary Terakhir
  29. Ucapan Cinta Terakhir
  30. Ulang Tahun Terakhir

Tentu masih banyak judul melodramatik yang tidak tercantum di daftar ini. Silakan anda menambahkannya sendiri. Namun, sebanyak apa pun judul yang sudah dibuat orang dengan kata “terakhir”, anda tak perlu khawatir akan kehilangan peluang untuk menyalurkan dorongan melodramatik anda. Saya kira judul-judul di bawah ini belum digarap orang, yakni:

  1. Bebek Goreng Terakhir
  2. Tagihan Terakhir
  3. Konde Terakhir
  4. Kerbau Terakhir
  5. Tukang Pos Terakhir
  6. Penjual Gorengan Terakhir
  7. Status Fesbuk Terakhir
  8. Batu Akik Terakhir
  9. Firman Tuhan Terakhir
  10. Kisah Cinta tanpa Huruf Terakhir
  11. Pengamen Terakhir
  12. Tukang Copet Terakhir
  13. Pesan Kuli Bangunan kepada Istrinya pada Malam Purnama Terakhir
  14. Pidato Terakhir Si Muka Nanas
  15. Seorang Petinju yang KO di Ronde Terakhir
  16. Fotokopi Ijazah Terakhir

Maka, yakinlah, selalu ada peluang untuk menulis melodrama. Dan setiap kali anda berniat murung, pergunakan kosakata terakhir, entah sebagai judul atau sebagai deskripsi tentang tokoh utama anda.

Salam,
A.S. Laksana


sumber : as-laksana.blogspot.com/2012/05/penyakit-murung-dan-serba-terakhir.html

Senin, 03 Juni 2013

Jangan Baca Tulisan Ini, Karena Tidak Bermanfaat

Oke, saya harus mulai darimana?

Sekarang bulan Juni, tepatnya Juni di tanggal muda. Karena berhubungan, akhir-akhir ini mungkin lagi banyak orang-orang yang akan menggelar resepsi yang macam-macam; nikahan, khitan, dll. Aji mumpung, uang masih di kantong dan rekening. Kenapa tidak dihambur-hamburkan saja? Toh, uang itu juga berputar kembali ke siklusnya.
Saya sendiri bukanlah anggota dari orang-orang itu, tapi percayalah, sebentar lagi saya juga bakal ambil bagian. Entah itu lima tahun atau sepuluh tahun ke depan.
Yang menjadi bagian dari saya sekarang adalah jadwal kuliah saya yang renggang, tapi tugas bertumpukan. Mulai dari tugas ini, itu, sana, sini. dan pada endingnya, saya musti dihadapi pada sebuah peristiwa yang dinamai UAS di kampus saya.

Sedikit bererita, pengalaman semester lalu saya tentang akhir semester mungkin sama dengan apa yang dirasakan oleh sebagian teman-teman. Jika hari itu datang, kopi siap di seduh, rokok siap di sulut, mata juga harus rela merem-melek cuma buat belajar dan belajar, baca buku ini, buka catatan itu. Itu memang ada betulnya dan saya juga melakukan itu semua ketika pertama masuk tanggal di akhir semester. Tapi belakangan saya menjadi bertolak belakang. Artinya, entah karena apa, sekarang tidur saya makin lama makin nggak nyenyak, atau sering nguap di pagi hari, yang dimana seharusnya orang-orang pasti masih dalam keadaan sehat, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Tunggu dulu,......###