Selasa, 25 Desember 2012

Ed Gein: Inspirasi Para Psikopat Dunia Fiksi


Mungkin beberapa kalangan ga tahu sama nih orang, atau juga mungkin sebagian orang ada  yang tahu, bahkan ngefans -kalo bisa dibilang begitu- sama orang yang hobinya memutilasi wanita ini.
Ya. Sedikit menelisik ke abad dua puluh, tepatnya tahun 1945-an. Kalo kita hidup di Amerika, tepatnya di Plainfield, Winconsin. Mungkin di sana sedang  gempar-gemparnya dengan orang yang satu ini. Bagaimana enggak, lelaki dengan nama lengkap Edward Theodore Gein ini telah membunuh belasan wanita dan memutilasinya, lalu potongan-potongan tubuhnya di simpan di dalam rumahnya. Sebagian dari mayatnya merupakan mayat yang sudah meninggal terlebih dahulu. Jadi dalam artian, Ed -nama kecilnya- hanya menculik mayat itu ketika sudah dimakamkan, lalu dicuri beberapa jam kemudian dan dimutilasi. Tapi ada satu mayat yang dibunuhnya dengan pistol/senapan tipe 22 caliber. Namanya Bernice Worden. Ia ditemukan tergantung dengan posisi badan terbalik (kaki di kepala, kepala di kaki), bagian kelamin hingga dadanya telah disayat, dan kepalanya hilang (kemungkinan besar kepala mayat-mayat Ed (termasuk Bernice Worden) telah dijadikan asesoris. Posisi seperti ini seperti posisi hewan qurban yang hendak dikuliti. 


GILA? Ya. Mungkin sebagian dari kalian yang baca ini, bakalan bilang ini gila. Gimana enggak, abad duapuluh ternyata udah ada orang yang membunuh dengan cara sadis seperti ini. Sebelumnya, alasan mengapa Ed membunuh dan memutilasi, karena ia selalu hidup kesepian ketika keluarganya meninggal satu per satu. Dan mengapa ia membunuh dan memutilasi wanita, bukannya lelaki? Ini dia. Banyak orang mengatakan kalo Ed merupakan tipe pecandu seks dengan mayat (istilah Necrophillia). Dengan mayat? Kegilaan lainnya. Ga bisa dipungkiri, Ed sudah hidup sebatang kara dan ia belum pernah merasakan yang namanya seks secara langsung. Alasan lain menyebutkan bahwa ia membunuh karena Ed sangat mencintai mendiang ibunya yang meninggal akibat strooke. Ia membunuh dan memutilasi mayatnya. Lalu mayat itu diambil wajahnya dan dijadikan hiasan di rumahnya. Mungkin dengan wajah-wajah itu, Ed bisa selalu mengenang ibunya. Tak ada yang tahu, sampai ia ditangkap pada tahun 1957.

Lalu. Apa kaitan kehidupan bejad bin bengis Ed Gein dengan para tokoh psikopat dunia fiksi? Tentu ada. Tahu LeatherFace dalam Texas Chainsaw Massacre dengan gergaji mesinnya? Atau Norman Bates dalam Psycho garapan Alfred Hitchcock? Mungkin Jame Gumb dalam film The Silence of The Lamb? Ya semua tokoh antagonis itu merupakan penjelmaan dari diri Ed Gein yang diwujudkan dalam dunia fiksi.


 1. Leatherface




Tokoh psikopat/maniak dalam serial Texas Chainsaw Massacre ini terkenal karena ia selalu menggunakan gergaji mesin dalam modus operandinya. Setelah dibunuh, satu per satu korbannya diambil wajahnya lalu digunakan sebagai topeng. Itu semua hampir mirip dengan Ed Gein. Ed Gein selalu mengambil wajah para korbannya setelah dibunuh. Fucking Disgusting!!


2. Norman Bates

Tak perlu waktu lama untuk memutar kembali bagaimana Ed Gein melakukan aksi bengisnya. Tahun 1960 (tiga tahun setelah Ed Gein dipenjara), Alfred Hitchcock mencoba peruntungannya dengan karyanya yang fenomenal: Psycho. Tokoh Norman Bates digadang-gadang adalah tokoh fiksi yang terinspirasi dari Ed Gein sendiri. Norman Bates mempunyai kesamaan dengan Ed Gein, yaitu sama-sama mencintai ibunya dan membunuh demi mengenang ibu tercinta. Film Psycho sendiri diangkat dari novel yang berjudul sama garapan Robert Bloch



3. Jame Gumb/Buffalo Bill

Karakter dari film The Silence of The Lambs yang terakhir ini merupakan karakter dengan tokoh inspirasi pembunuh paling banyak. Selain terinspirasi Ed Gein, Jame Gumb ternyata juga terinspirasi dari lima tokoh pembunuh lainnya. 

1. Ted Bundy, sudah membunuh lebih dari 20 orang di Utah, Washington, Oregon dan Corolado. Sempat kabur ketika dipenjara selama beberapa tahun.

2. Jerry Brudos, terkeal karena selalu mendandani para korbannya setelah dibunuh. Tak diketahui jumlah korbannya

3. Gary M.Heidnik, memperkosa enam perempuan dalam rentang waktu satu tahun

4. Edmund Kemper, pembunuh yang pertama kali membunuh keluarganya sendiri. Masih hidup sampai saat ini

5.Gary Ridgway, sudah membunuh hampir limapuluh orang, semuanya perempuan. Masih hidup sampai saat ini

Tokoh fiksi ternyata bukan sembarang hasil pemikiran manusia sendiri. Tokoh-tokoh itu muncul karena suatu kejadian nyata dan dikembangkan lagi menjadi lebih kompleks. 

Kalimat terakhir : INI BUKAN CURHAT, HANYA SEKADAR BERCERITA

Wassalam!

soember: wikipedia.com



Selasa, 04 Desember 2012

Haji Syiah (Koran Tempo, 8 April 2012)

HAJI SYIAH
Ben Sohib


KAMPUNG Melayu Pulo tentulah bukan satu-satunya kampung di Jakarta yang dipenuhi haji dan pemabuk sekaligus. Tapi sangat mungkin hanya di sinilah dua pemuda mabuk dan seorang haji bisa duduk di balai-balai yang sama dalam sebuah majelis taklim. Sesungguhnya kata ini tak tepat menggambarkan kegiatan yang sebenarnya. Sebab, meski sesekali Sang Haji menyampaikan khotbah dan membahas hikmah, majelis itu lebih sering menjadi ajang bincang santai tentang banyak hal, tempat orang bertukar kata dan canda hingga larut malam. Tapi, sampai akhir kisah ini nanti, kegiatan itu akan tetap disebut demikian semata-mata demi memudahkan penceritaan.
Siapa saja yang sempat berjalan menyusuri kampung kami pada suatu siang yang cerah akan segera mafhum permukiman ini benar-benar dipenuhi haji. Begitu menyelesaikan langkahnya yang pertama, kemungkinan besar ia akan bertemu seorang haji yang sedang duduk di teras rumahnya, disusul dengan haji yang sedang berdiri membetulkan gulungan sarungnya pada langkah kedua, dan haji yang sedang berjalan sambil membuka peci putih dan menggaruk-garuk kepalanya pada langkah ketiga. Jika sedang beruntung, pada langkahnya yang keempat atau kelima, ia akan memergoki seorang haji sedang mencubit pinggul perempuan penjual gado-gado di dekat tikungan.
Menjelang senja, para haji itu akan terlihat berjalan––baik sendiri-sendiri maupun berombongan––menuju Musala Assalam untuk salat Magrib berjamaah. Seusai salat dan berdoa barang lima atau sepuluh menit, mereka akan pulang ke rumah masing-masing. Salah seorang dari mereka dipanggil dengan sebutan Haji Syiah. Setelah salat Isya dan makan malam, para haji itu akan menguap berkali-kali sebelum akhirnya jatuh tertidur dan mendengkur dalam balutan sarungnya. Kecuali Haji Syiah.
Haji Syiah akan duduk di balai-balai di teras rumahnya, menyambut tamu-tamu yang hampir setiap malam bertandang meramaikan majelis taklimnya, termasuk Faruk dan Ketel, sepasang sahabat yang selalu datang dalam keadaan mabuk. Haji Syiah tak pernah membeda-bedakan tamunya, yang mabuk dan yang sadar diperlakukan serupa: kopi hitam sama dituangkan, keripik singkong dan kacang kulit sama diangsurkan, rokok kretek sama disodorkan. Alhasil, majelis taklim yang dihadiri belasan anak muda itu selalu berlangsung hangat.
Demikianlah, berita bergabungnya Faruk dan Ketel dalam majelis taklim di rumah Haji Syiah dengan lekas tersiar ke banyak telinga di kampung ini, termasuk ke telinga Haji Jamil, seorang haji yang paling disegani. Tak membuang tempo, sehari setelah mendengar berita itu, Haji Jamil sudah menegur Haji Syiah. Bakda salat Magrib dan menuntaskan doa di Musala Assalam, di hadapan jamaah musala, ia angkat bicara.
“Kagak pantes, Ji, orang mabok ente kumpulin di rumah ente.”
“Ane bukan ngumpulin orang mabok, tapi ane kagak bakalan nolak siape aje yang bertamu ke rumah ane.Orang mabok juga ane terime. Mabok tuh urusan die sama Allah, yang penting kagak ganggu tetangge. Kalau maboknye brengsek, jangan kate di pekarangan rumah ane, di mane aje di pojok kampung ini bakalan ane hajar!” jawab Haji Syiah sambil mengacungkan tinjunya yang sebesar kepalan tangan anak kecil. Sama sekali tak menakutkan.
Meski sudah dibekap, mulut Haji Sakur tetap meletupkan suara tawa tertahan. Demikian pula mulut Haji Sahrudin, mulut Haji Rozak, dan mulut sekian haji lainnya. Haji Munip yang paling parah, belum sempat membekap mulut, suara tawanya sudah terlepas begitu saja. Siapa yang tak ingin tertawa melihat Haji Syiah sesumbar hendak menghajar pemuda mabuk?
Sudah masyhur cerita Haji Syiah pernah terjatuh gara-gara diterpa angin dari sebuah sepeda motor bebek yang melaju kencang. Saat itu ia sedang berdiri di pinggir jalan di depan rumahnya ketika sepeda motor bebek yang dikemudikan seorang remaja berandal melaju kencang. Angin yang ditimbulkan dari kencangnya laju sepeda motor itu membuat tubuh tipis Haji Syiah terputar 180 derajat, kehilangan keseimbangan, dan jatuh terduduk menghadap rumahnya. Haji Syiah cepat berdiri. Lalu, sambil tangan kirinya berkacak pinggang dan tangan kanannya mengacungkan tinju ke arah mana sepeda motor tadi melesat, Haji Syiah berteriak, “Bagus ente kagak nyerempet ane. Kalau sampe nyerempet, ane lipet ente jadi tiga!”
Mau melipat tubuh pengendara sepeda motor berandal jadi tiga? Diterpa anginnya saja jatuh terduduk, apalagi diserempet. Begitu kira-kira yang ada dalam pikiran ketua RT. Maka ia segera mengerahkan warga membuat polisi tidur dari campuran pasir dan semen, agar kejadian serupa tak terulang. Itulah cerita yang dapat menjelaskan mengapa ada polisi tidur melintang tepat di depan rumah Haji Syiah hingga sekarang. Entah siapa yang pertama kali mengarang riwayat itu.Tentu saja tak seorang pun memercayai peristiwa itu benar-benar pernah terjadi, bagaimana pun kurusnya Haji Syiah.Namun yang jelas, kisah itu tersebar dan telah menggaungkan gelak tawa ke seluruh kampung.
Maka tak mengherankan jika malam itu Haji Sakur, Haji Sahrudin, Haji Rozak, dan Haji Munip (dia yang paling parah) gagal menahan tawa melihat Haji Syiah mengacungkan tinju dan mengancam hendak menghajar orang. Mereka teringat kisah Haji Syiah jatuh terduduk.
 .
SELAMA lebih dari setahun Haji Syiah menerima Faruk dan Ketel di rumahnya, tak ada warga kampung ini yang imannya berkurang.Kehidupan berjalan seperti biasa, tidak ada yang kurang, tidak ada yang lebih. Dengan kata lain, selain Haji Jamil, tak ada warga yang menganggap perbuatan Haji Syiah itu tidak pantas. Justru, warga merasa senang.Sebab, sejak bergabung dalam majelis taklim Haji Syiah, Faruk dan Ketel tak pernah lagi membuat onar di kampung saat mereka mabuk.
Sebelumnya, di antara sekian banyak pemabuk di kampung ini, Faruk dan Ketel yang dikenal paling sering membuat perkara.Mereka tersohor sebagai peminum yang pantang pulang sebelum tumbang.Hampir setiap malam mereka membeli miras curah di Pisangan Lama, di belakang Stasiun Jatinegara.Konon, berdua mereka biasa menghabiskan sepuluh liter setiap malamnya. Pada satu liter pertama, mereka masih berbicara dengan “ane” dan “ente”, seperti biasa. Pada liter kedua, mereka berbincang-bincang dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, dengan menggunakan “saya”dan “anda”. Pada liter ketiga, mereka berdebat hebat dalam bahasa Inggris, meski hanya setan dan mereka berdua sendiri yang paham artinya.Pada liter keempat dan seterusnya, mereka mulai berteriak-teriak keliling kampung.
Saat berteriak-teriak di tengah malam buta itulah, Haji Syiah yang sedang duduk sendirian di teras rumahnya, keluar menyongsong mereka.Ia menggulung sarungnya tinggi-tinggi, kemejanya yang tak dikancingkan memperlihatkan tonjolan tulang iga. Ia tak sempat memakai peci putihnya, membuat kepalanya yang hanya ditumbuhi sejumput uban itu berkilap-kilap ditimpa cahaya bulan.
“Ente berani besuare sekali lagi, ane putusin tenggorokan ente!”seru Haji Syiah.
Ia memasang kuda-kuda siap menyerang, kedua lutut kakinya agak ditekuk, tangan kanannya menadah seperti orang meminta sesuatu, tangan kirinya seperti hendak menopang kepala bagian belakang. Tak ada orang yang pernah mendengar Haji Syiah pandai bermain silat. Tapi, bahwa konon ia menguasai ilmu pedang ghoib, amalan yang sanggup merobohkan lawan dari jarak jauh, sempat sekian lama setengah dipercaya penduduk kampung kami––meski tak jelas siapa yang pertama kali merawikan kabar ini. Namun, kepercayaan yang hanya setengah itu pun rontok sama sekali saat kisah olok-olok tentang Haji Syiah jatuh terduduk akibat diterpa angin dari sebuah sepeda motor bebek yang melaju kencang, tersiar ke seantero kampung.
Meski begitu, melihat Haji Syiah dalam posisi siap menyerang disertai ancaman hendak memutus tenggorokan mereka, Faruk dan Ketel segera bereaksi.Mereka mengambil posisi siap tarung. Tapi, entah karena pengaruh alkohol atau karena belajar pada guru silat yang salah, kuda-kuda mereka terlihat aneh: kedua belah kaki dipentangkan lebar-lebar, kedua tangan diacungkan lurus ke depan.
Urusan kuda-kuda boleh menggelikan, tapi keadaan saat itu tetap saja menegangkan. Dalam keadaan mabuk berat, bukankah sangat mungkin seseorang akan melakukan hal-hal yang tak terduga? Benar saja! Faruk terlihat mulai meraba belakang pinggangnya, seperti mencari-cari sesuatu.Sebilah pisau?Sementara sahabatnya, Ketel, tetap dalam posisi semula. Tampaknya ia sedang berusaha keras menjaga keseimbangan tubuhnya. Haji Syiah kian waspada.
Tak mau ambil risiko, Haji Syiah mulai mengeluarkan ilmu pedang ghoib, mulutnya komat-kamit melafalkan doa. Diyakini, setelah doa itu dibaca tiga kali, lawan akan ambruk dan bertekuk lutut hanya dengan meniup mukanya. Maka, tak membuang waktu, setelah selesai membacanya tiga kali, Haji Syiah langsung meniup ke arah wajah kedua begundal itu dengan keras. Saat itulah gigi palsu Haji Syiah terlepas dari mulutnya. Gigi itu melayang dan jatuh di dekat kaki lawan-lawannya.Hening sejenak, malam seperti ikut menahan napas.
Faruk dan Ketel saling berpandangan. Tiba-tiba kedua pria mabuk itu tertawa hingga terbungkuk-bungkuk. Mereka terpingkal-pingkal sambil memegangi perut mereka.Faruk dan Ketel terus tertawa, makin lama makin tergelak, dan perut mereka menjadi kaku.Akhirnya, masih sambil terpingkal, mereka terjatuh dengan lutut tertekuk di hadapan Haji Syiah.
Faruk dan Ketel menciumi tangan Haji Syiah. Dengan susah payah mereka berusaha meminta ampun, baru setengah kata berhasil diucapkan, yang setengahnya lagi tertelan oleh tawa mereka, air mata mereka berlinangan. Untunglah, setelah Haji Syiah mengusap kepala mereka, tawa kedua pemabuk itu reda. Dan mereka terhindar dari kram perut yang dapat membahayakan jiwa.
Sejak kejadian itu, Faruk dan Ketel insyaf, tak pernah lagi membuat onar di kampung, meski masih tetap menghabiskan sepuluh liter miras curah setiap malamnya. Dan mereka menjadi anggota majelis taklim Haji Syiah yang paling setia. Bahkan, kedua pemabuk itu menjadi murid––jika bisa disebut demikian––kesayangan Haji Syiah.
Pasangan biang kerok Faruk dan Ketel yang berhenti membuat onar dan menjadi murid kesayangan Haji Syiah adalah fakta. Tapi, cerita tentang urut-urutan kejadian yang menjadi musabab berubahnya kedua pengacau itu––terutama pada bagian kuda-kuda yang ganjil dan gigi palsu yang terlepas––tak bisa dibuktikan kebenarannya mengingat kisah itu dirangkai berdasarkan penuturan Ucup Bodong, penjual kue pancong yang pada malam terjadinya peristiwa itu baru saja menutup warungnya. Ia mengaku mengintip seluruh kejadian itu dari balik warungnya. Faruk dan Ketel sendiri memilih bungkam setiap kali ditanya soal itu.Sementara kepada Haji Syiah, tentu tak ada orang yang sampai hati meminta kejelasan.
 .
HAJI Syiah berusia enam puluhan tahun. Nama aslinya Rohili.Ia dipanggil Haji Syiah bukan karena menganut mazhab ini. Tata cara ibadahnya tak pernah terlihat berbeda dari warga kampung lainnya. Kemungkinan terbesar, itu gara-gara ia memasang poster bergambar Ayatullah Khomeini di dinding ruang tamunya, bersebelahan dengan foto Habib Ali Kwitang. Konon, ketika ia baru pulang haji sekitar dua puluh tahun yang lalu, Haji Jamil berkunjung ke rumahnya. Pada kesempatan itulah Haji Jamil menasihati dan menganjurkan Haji Syiah menurunkan poster Sang Ayatullah.
“Ngapain ente pasang tu gambar? Die kan Syiah, beda ame kite,” itu yang dikatakan Haji Jamil sambil menunjuk poster Ayatullah Khomeini.
“Kagak ape-ape beda, ane demen aje ngeliat romannye,” Haji Syiah menjawab dengan tenang.
Maka sangat mungkin dari mulut Haji Jamillah panggilan Haji Syiah pertama kali berembus. Kemudian julukan itu menyebar ke seluruh penduduk kampung, dari mulut warga yang satu ke telinga warga yang lain. Meski tak ada orang yang berani memanggil “Haji Syiah” di hadapannya, tapi Sang Haji bukannya tak tahu di belakang dirinya orang-orang memanggil dengan cara demikian. Dan ia tak merasa keberatan.
Haji Syiah hanya hidup berdua dengan Nyak Mun, istrinya.Berdua, sudah lebih dari empat puluh tahun mereka dengan sabar dan ikhlas mengarungi lautan sepi kehidupan. Pada lima hingga sepuluh tahun pertama perkawinannya, mereka––terutama Haji Syiah––masih berharap hadirnya seorang anak (ia memimpikan anak lelaki) yang akan meramaikan suasana rumah. Namun, pada tahun-tahun selanjutnya, perlahan mereka mengubur mimpi itu, makin lama makin dalam.Entah pada tahun perkawinan yang ke berapa, akhirnya mereka menerima kenyataan sebagai pasangan suami-istri yang tak dikarunia anak.
“Tuhan kagak kasi,” selalu begitu jawaban Haji Syiah setiap kali ada yang bertanya berapa jumlah anaknya.Haji Syiah memang telah dengan ikhlas menerima takdirnya, tapi jauh di hati kecilnya, benih keinginan mempunyai keturunan tampaknya tak benar-benar mati terkubur.Benih itu tumbuh dan muncul dalam bentuk kecintaan kepada anak muda.Di tengah-tengah obrolan di majelis taklimnya, beberapa kali Haji Syiah pernah berkata, “Kalau dulu Tuhan kasi, udeh seumuran ente kali anak ane.”
Haji Syiah seperti melihat bayang-bayang anak lelaki impiannya pada anak-anak muda itu, yang mabuk sekalipun. Bahkan kepada yang mabuklah Haji Syiah makin merasa sayang.Ia memandang Faruk dan Ketel dengan mata kasih orangtua terhadap anaknya. Dengan cara sehalus mungkin, ia berusaha menarik kedua anak muda itu dari kubangan khomer, minuman keras yang menurutnya bisa merusak kesehatan dan masa depan mereka.
“Ente kalau minum yang kire-kire, jangan kelewatan. Kalau minum kagak pake takeran, ape enaknye? Lagian, mau sampe kapan ente begini? Tuhan sih kagak rugi ape-ape ente mau mabok saban hari, yang rugi ente sendiri, badan ente ancur, pikiran kusut. Ente musti pikirin masa depan ente,” nasihat Haji Syiah suatu kali.
Berbilang bulan setelah nasihat itu disampaikan, Faruk dan Ketel tetap datang ke rumah Haji Syiah dalam keadaan sempoyongan. Namun, benar belaka apa yang sering dikatakan orang, hidayah dari Tuhan bisa datang dengan cepat dan dari arah tak terduga. Siapa sangka, secepat itu Faruk dan Ketel berubah menjadi orang yang sama sekali berbeda. Hanya sekitar tujuh bulan setelah berpamitan kepada Haji Syiah hendak bekerja mengelola warnet milik Ustad Jaiz di Pandeglang, Faruk dan Ketel muncul kembali di kampung ini dengan penampilan berbeda.Mereka mengenakan kemeja lengan panjang, celana panjang sebatas mata kaki, dan ada tanda hitam di jidatnya, tanda sering bersujud.Kumis mereka dicukur habis, sementara janggutnya dibiarkan tak tercukur.
Menurut kabar yang beredar di antara warga, selama di Pandeglang mereka giat mengikuti pengajian di pondok pesantren Ustad Jaiz, tak jauh dari warnet yang mereka kelola. Ustad Jaiz, yang masih terhitung sepupu dengan Faruk itu, membangun pondok pesantren dan beberapa unit usaha seperti warnet dan agen beras di Pandeglang sekitar setahun yang lalu, saat ia baru saja pulang setelah menyelesaikan kuliah ilmu syariah di Mekah. Kabarnya, beberapa hari lagi Faruk dan Ketel akan kembali ke Pandeglang untuk mengikuti program pesantren intensif selama enam bulan, sebelum keberangkatan mereka ke Mekah. Di kota suci itu––dengan beasiswa yang diperoleh lantaran hubungan baik Ustad Jaiz dengan sebuah lembaga dakwah di Arab Saudi––mereka akan memperdalam ilmu agama.
Tentu saja Haji Syiah gembira mendengar berita itu.Ia ingin sekali bertemu Faruk dan Ketel. Sudah lebih dari seminggu ia mendengar kedua anak muda itu pulang dari Pandeglang, tapi mereka belum juga datang berkunjung ke rumahnya. Haji Syiah akhirnya memang bertemu Faruk dan Ketel pada suatu sore, tepat sepuluh hari setelah kedatangan mereka. Secara tak sengaja, Haji Syiah berpapasan dengan mereka di depan toko kelontong Yong Put. Awalnya ia sempat tak mengenali, hanya setelah mata mereka bersitatap selama dua atau tiga detik, dengan gembira Haji Syiah berteriak,“Faruk! Ketel!”
Para pemilik nama itu tak menyahut. Mereka memalingkan muka dan meneruskan perjalanannya, segera setelah salah seorang dari mereka, yaitu si Faruk, sempat menyemburkan ludah ke tanah. Haji Syiah terdiam seribu bahasa. Ia menghentikan langkahnya selama beberapa masa, menatap punggung mereka hingga menghilang dari pandangan. Seribu pertanyaan berpusar di benaknya, ia tak mengerti ada apa dengan ini semua.
Seribu tanya itu masih terus berpusar hingga malam tiba, saat ia duduk sendirian di balai-balai di teras rumahnya. Mengapa Faruk dan Ketel berbuat demikian terhadap dirinya?Apakah karena sekarang mereka merasa terlahir kembali sebagai orang suci dan karenanya merasa jijik dengan masa lalunya yang penuh najis? Atau ada sebab lain? Haji Syiah tak menemukan jawaban apa-apa.
Tiba-tiba Haji Syiah merasa begitu lelah. Ia sandarkan kepalanya ke dinding, kedua matanya ia pejamkan. Saat membuka matanya kembali selang beberapa menit kemudian, samar-samar Haji Syiah seperti melihat Faruk dan Ketel membuka pagar halaman, berjalan sempoyongan melintasi pekarangan rumahnya. Haji Syiah mengusap mata. Malam begitu sepi.Angin berembus cukup kencang, merundukkan sebatang pohon belimbing yang tumbuh di situ. (*)

SUMBER : lakonhidup.wordpress.com

Sabtu, 01 Desember 2012

The Sember!

24 jam yang lalu gua menikmati akhir bulan bernama November. Sekarang gua bakalan juga siap melewati bulan terakhir di tahun 2012. Desember. 

Ini bulan yang menurut hemat gua merupakan bulan penuh misteri. Entah misteri bakalan datangnya kiamat lah, entah misteri tentang nilai-nilai gua selama di kampus, misteri tentang hadirnya Santa Klaus (Gua orang muslim tapi gpp dong!), dan juga misteri tentang perjuangan Timnas Indonesia di kancah AFF 2012 yang akan ditentukan malam nanti saat menghadapi saudara tirinya, Malaysia. Dari cerita itu semua, sebenernya ada sebuah momen buat mereka. Siapa mereka? Ya mereka yang menggidap AIDS. Sebuah penyakit yang diawali dari sebuah virus bernama Human Immunodeficiency Virus (disingkat HIV).


Tepat tanggal 1 Desember, dunia memperingati hari dimana semua pengidap penyakit ini dirayakan. Tidak ada perayaan hari flu babi sedunia, atau tidak ada  perayaan hari sakit kepala sebelah (migran). Yang gua tau selama ini cuma penyakit AIDS doang yang selalu dirayakan (Kalo ada yang lebih tahu tentang hari perayaan penyakit lainnya mohon dikoreksi dan dimaklumi). 

Selain hari AIDS sedunia yang dirayakan hari ini, ada juga hari yang paling menentukan.


Yap, dalam beberapa jam kedepan nasib timnas Indonesia bakal ditentuin. Entah lolos atau tidak, gua pribadi bangga sebagai orang Indonesia. Karena cuma sepakbola-lah yang bisa membuat gua mempunyai jiwa nasionalisme yang tinggi. Mungkin lebay, atau mungkin kalian semua seperti gua. Tapi emang bener. Gimana enggak, tempo hari, kalo ga salah hari Rabu, kebetulan gua nobar (nonton bareng) di kampus gua UNJ. Di situ gua teriak-teriak kayak orang kesetanan. Tapi yang teriak-teriak ga cuma gua doang, semua yang nonton juga pada teriak-teriak. Apa ini semua yang nonton juga kesetanan? terserah apa persepsi kalian, tapi emang cuma sepakbola yang menurut gua bisa menyatukan masyarakat nusantara (INDONESIA), cuma sepakbola yang bisa menciptakan jiwa nasionalisme, cuma sepakbola yang menurut gua bisa buat cuci mata, karena pembawa acara kuisnya bohay banget (lho?!).

Terserah apa interpretasi kalian semua. Yang jelas, mari kita dukung negara kita demi kemajuan bangsa ini (Aseek!). Gua pengen mengutip kata-katanya Andik Vermansyah yang punya pacar anak SMA. Cakep banget cewenya. Sumpah!!!. Begini kutipannya:

"Anda boleh membenci PSSI/KPSI, tapi jangan membenci timnas karena kami mengharapkan doa dan dukungan kalian masyarakat Indonesia" - Andik Vermansyah

Oke, gua kira kutipan terakhir tadi cukup buat postingan gua kali ini. Inget! INI BUKAN CURHAT, HANYA SEKADAR BERCERITA!

Wassalam!

Kamis, 22 November 2012

ASUMSI MENJENGKELKAN

Qotir merebahkan tubuhnya yang hanya berbobot 60 kg ke atas kasur berselimutkan sprei berwarna putih dengan garis abu-abu. Warna sprei itu mengingatkan Qotir kembali ke masa lalunya bersama Lela, mengenang masa-masa indahnya menjalin hubungan di usia labil berpakaian seragam putih abu-abu. Qotir hanya tersenyum kecil. Pandangan ke arah langit-langit rumahnya seakan memberikan arti tersendiri. Seekor cicak yang kebetulan berada di tempat kejadian memasang wajah tanpa ekspresi . Ia bertanya-tanya jauh di dalam  hatinya yang lebih kecil dari tubuhnya. “Apa yang ada dalam benak makhluk raksasa yang memandangi dirinya itu?”. Ternyata cicak itu baru sadar bahwa ia dalam keadaan tanpa busana. Cicak itu pun lari menuju ruangan lain selain ruangan kamar Qotir. Sementara itu, Qotir masih tersenyum-senyum tanpa makna
Menjadi pasangan yang setia merupakan impian setiap pasangan.Baik laki-laki atau wanita, baik jantan atau betina, baik manusia atau hewan.Walaupun menurut Qotir, hanya buayalah satu-satunya hewan yang paling setia. Itu di karenakan Qotir sering melihat roti  berbentuk buaya dalam acara-acara pernikahan di keluarga besarnya. Kakek Qotir, Engkong Ali, mengatakan bahwa lambang hewan buaya dalam media roti menunjukan kesungguhan setiap pasangan dalam menjalin hubungan resmi di mata Tuhan. Itulah yang ingin Qotir tunjukan. MENJADI PASANGAN YANG SETIA. Tetapi kini, kesetiaan itu diambang krisis-krisis. Baik krisis kepercayaan, krisis akan suatu curiga, atau bahkan krisis ingin mendua.
“Tir,Qotir, makan malem dulu nyok! Nih emak udah masakin gulai kambing nih!” Teriak Bunaya, Emak Qotir, dengan suara persis seperti bintang film zaman dahulu, Mpok Nori, atau lebih tepatnya Emak Nori.
“Iye nyak!, ga usah pake teriak juga kali, ntar putus tu pita suaranye !” Jawab Qotir yang sedang menutup pintu kamarnya hendak menuju meja makan yang berada di tengah-tengah ruang keluarga
“Elu nyumpahin pita suare emak lu sendiri putus Tir? Durhake elu!”
Qotir hanya diam. Kesunyian datang menghampiri seisi ruangan sejenak untuk menghangatkan suasana makan malam. Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut pemuda kurus berambut jarang itu. Qotir yang memasang muka muram langsung melahap santapan yang ada di depannya. Nasi putih dengan lauk gulai kambing yang diatasnya ditaburi bawang goreng tidak membuat Qotir merasa baikan. Tampang Qotir tetap pada tahap awal ia duduk di kursinya. Bunaya sempat heran dengan sikap anak sulungnya. Perasaan Bunaya, ia tidak membubui masakannya dengan serbuk yang ada dalam pil, kapsul atau semacamnya yang bisa membuat orang terlihat ingin jatuh pingsan. Sudah dari lima hari yang lalu, Bunaya melihat tampang Qotir seperti ini, tidak biasanya Qotir bermuram durja lebih dari sehari. Tampang Qotir yang terlihat bagaikan buruh yang baru saja di pecat oleh atasannya karena alasan tertentu, membuat Bunaya ingin tahu apa sebab musabab Qotir terlihat seperti ini.
“Lu lagi ga enak badan tir?” Tanya Bunaya sambil memegangi kening Qotir dengan membalikkan kedua telapak  tangannya.
“Aye kaga nape-nape nyak, udah nyak ah Qotir pan lagi makan!”Qotir menjawab sambil menguyah nasi yang masih berada dalam mulutnya.
“Nyak cuman mau nge-cek doang barangkali lu kenape-nape, soalnya dari  seminggu kemaren mukelu begitu mulu!. Nyak khawatir ame lu. Ade perkare ape sih?” Bunaya kembali bertanya sambil membetulkan posisi duduknya kearah yang lebih serius demi mendengarkan penjelasan anak tercintanya.
“Kaga ade ape-ape nyak, kaga ada yang perlu di khawatirin, Qotir baek-baek kok!”
“iye, iye nyak tau lu baek-baek, badan lu sehat, tapi tampang lu itu tir. Ade ape sih tir? Hmmm…. Masalah lagi ye ama Lela?” Seperti seorang peramal ulung, Bunaya langsung bisa menebak akar masalah yang ada dalam pikiran Qotir, meskipun ia melakukannya secara tidak sengaja. Suasana tegang sesaat. Dua ikan Mas Koki yang berada di dalam akuarium belakang meja makan mereka berdua, menahan nafasnya sambil memandangi dua manusia yang berada di alam daratan dengan mata melotot dan mulutnya yang tidak bisa diam, membuka dan menutup. Mereka tidak sabar menunggu apa jawaban yang akan di lontarkan Qotir kepada Sang Peramal Ulung, Bunaya, emaknya sendiri.
Qotir sedikit terkejut sehingga ia menghentikan kunyahannya yang kesekian.Tapi suasana kembali tenang, atau lebih nyatanya suasana tegang.  Qotir tidak habis pikir, emaknya yang sudah berusia kepala tiga itu bisa menebak  asal muasal kenapa ia memasang muka muram dari lima hari yang lalu. Mendengar jawaban emaknya yang sedikit mengejutkan satu ruangan keluarga yang pada momen itu hanya dihuni dua manusia, Ibu dan anak, Qotir sebagai pemegang peran anak, tidak menjawab sepatah kata. Ia lebih memilih bungkam soal Lela, apalagi kalau harus menceritakan kepada emaknya. Pasti nasihatnya, “Tenang, jodoh ga bakalan kemana” atau seperti ini, “Cinta itu tidak memandang jarak, ruang, rupa, bahkan kedudukan.”Tetapi dengan aksen Betawi pinggiran, dan seperti biasa, nada ala Emak Nori
Sudah banyak cerita tentang kekasih Qotir yang satu ini. Lela, anak tunggal dari seorang ketua RW 08 Kampung Situ, Bapak Dayat, tidak lebih dari gadis seperti gadis-gadis yang lainnya. Perempuan berdarah sunda-betawi ini mulai memancarkan sinar kecantikannya ketika ia berusia 15 tahun, atau ketika ia mulai memasuki masa-masa SMA. Para lelaki di kampungnya, mulai dari yang berhidung normal sampai yang berhidung belang, dari yang berusia sebaya dengannya sampai yang sudah berusia sama dengan usia NKRI, telah dipikat oleh kemolekan dan kecantikan gadis Bapak Rukun Warga Kampung Situ ini. Ayahnya, yang dulu hanya bekerja sebagai wiraswasta yang berpenghasilan tidak tetap, ikut merasakan manfaatnya mempunyai gadis belia yang cantik nan jelita seperti Lela. Popularitasnya sebagai warga Kampung Situ dari hari ke hari makin meningkat, seperti data statistik kemiskinan di suatu negara antah berantah bernama Indonesia. Pada pagi hari, siang hari, atau malam hari, ada saja orang yang bertamu kerumahnya hanya demi bertemu dengan anaknya, Lela. Mereka bahkan ada yang membawa bingkisan seperti kue-padahal bukan suasana lebaran-, sarung dari Mekah,-bagi mereka yang baru pulang umroh atau haji-, dan sebagainya yang tidak bisa di sebutkan karena barang-barang tersebut dijual kembali oleh ayahnya yang berjiwa entrepreneurship sejati. Bahkan pada suatu hari, ketika ketua RW yang lama sudah hampir habis masa jabatannya karena umurnya yang sudah terlalu kematangan, banyak warga-terutama para lelaki-, yang mencalonkan Bapak Dayat sebagai ketua RW yang baru untuk memimpin kampung mereka, Kampung Situ.  Tentu saja kalau ditanya apa alasan mereka semua mencalonkan Bapak Dayat sebagai ketua RW yang baru, pasti semua warga -terutama yang laki-laki- kompak mempunyai alasan yang sama.
Memasuki usia ke 17 tahun, tepat pada usia transisi antara remaja menuju dewasa, Lela mulai dikenal seluruh kampung. Ia mulai dincar oleh banyak laki-laki kaya dari kampung lain untuk dijadikan aset berharga. Semua berlomba-lomba mengisi kekosongan hati Lela dengan cara apapun. Tetapi anehnya, dari sekian banyak pemuda bahkan sampai yang dulunya dibilang pemuda, Lela hanya tertarik oleh satu pemuda saja. Pemuda yang satu sekolah dengannya di SMAN Baru Jakarta, pemuda dengan pembawaan cuek, easy going, dan sedikit apatis itu berambut jarang alias botak. Sikap kritisnya akan sesuatu telah merobek hatinya dalam pandangan yang berbeda.  Meskipun tidak tampan seperti artis-artis zaman sekarang, Lela berani bertaruh bahwa ia tidak salah berpacaran dengan pemuda yang hanya mempunyai berat 60 kg dan tinggi 179 cm. Pemuda yang bernama lengkap Muhammad Qotir Makjub lah yang telah merebut kesempatan para pemuda lainnya dan para veteran dari kampung-kampung lain yang ingin sekali menjelajahi kecantikan alam dari seseorang bernama Lela.
Peristiwa awal dari perjalanan kekasih ini bisa di bilang hebat. Bahkan salah satu murid yang pada saat itu menjadi saksi penembakan Lela oleh Qotir, Japra, akan mengadaptasikannya dalam sebuah novel yang Insya Allah akan terjual habis atau best seller ketika di terbitkan. Qotir memang telah menyukai Lela ketika mereka berdua satu kelas pada saat kelas 11. Buat Qotir sendiri, menjadikan Lela sebagai pendampingnya akan membuat dirinya terkenal satu sekolah. Walaupun ini bertentangan dengan perwatakannya yang apatis itu. Tapi apa boleh buat, pedang sudah dicabut, Qotir tinggal menentukan kearah mana ia akan menusukkan pedangnya agar Lela jatuh terkulai lemas di hadapannya. Dan disinilah awal peristiwa hebat itu terjadi. Dengan gagah berani bak seorang Spartan yang akan melawan ratusan tentara Persia, Qotir mulai menunjukan sisi lain dari kelebihannya. Bermodalkan bunga mawar yang hampir layu karena di beli dengan harga murah, Qotir mulai menancapkan pedang gaib di hati Lela dan seraya berkata “neng, mau ga jadi pacar abang? Ntar kalo neng nerima, abang janji bakalan setia deh!”.Satu kelas terdiam menahan tawa, air mata jenaka siap turun menuju daratan yang berlapisi keramik tanpa muara. Mereka semua tidak bersorak kegirangan.Tidak terpikir dalam otak mereka, Qotir menembak Lela tanpa rayuan atau basa-basi, langsung ke intinya. Seakan terhipnotis dengan kata-kata pemuda botak itu, Lela hanya mengatakan satu  kata,-dan aneh jika di bayangkan oleh seisi kelas dengan 39 murid didalamnya-, “YA!”.  Itulah jawaban Lela kepada Qotir -entah dalam keadaan sadar atau tidak ia menjawabnya. Lama kelamaan Qotir mulai merasakan keganjilan, Mengapa mereka semua hanya diam saja?.Semua kelas hening cukup lama ketika Qotir melakukan aksi yang bisa dibilang nekat. Sino, Buyung, Entin, dan Rozak menutup mulut mereka dengan buku tulis yang ada di depan meja mereka masing-masing sambil bersuara kecil mencoba menahan tawa yang ingin keluar penasaran. Kodir bisa di bilang paling parah.Belum sempat Lela menjawab pertanyaan isi hati Qotir, anak tukang siomay itu sudah tertawa lepas dengan mulut menganga yang didalamnya terdapat sekitar dua puluh gigi yang letaknya tidak beraturan. Setelah kelas cukup lama sunyi akibat insiden langka tersebut, beberapa menit kemudian seisi kelas bersorak dan berteriak. Salah seorang murid ada yang melemparkan buku mereka ke atas, ada juga yang menaiki meja sambil bereteriak “Amazing Qotir, Capucinno buatanmu,  Numero Uno” . Entah aksen apa yang dipakai oleh anak tersebut tetapi kini Qotir puas dan lega, sekarang ia tinggal menikmati hasil jerih payahnya.
Memang hubungan Qotir dan Lela tidak selalu berjalan dengan apa yang mereka berdua harapkan -terutama bagi Lela yang menganggap Qotir sebagai pria yang berbeda dari yang lainnya-, ada saja gunjingan dari pihak sana sini, terutama gunjingan soal Lela yang notabennya selalu diinginkan setiap laki-laki. Bahkan ada suatu sindiran ketika mereka sedang berjalan pagi mengelilingi Komplek Senayan
“eh coy ada cewe cakep tuh!” kata orang pertama dengan mata yang terpaku melihat Lela
“iye cakep, tapi sayang ada monyetnya!”
Dengan spontan Qotir menengok kebelakang dan menghampiri dua orang tersebut sambil memberinya pelajaran dengan tangan kanannya yang mengepal penuh amarah.Keributan tidak bisa dihindari.Tapi sayang, Qotir kurang beruntung dalam keributan itu. Lela sebagai pacarnya, menenangkan Qotir dengan memberinya wejangan-wejangan, tapi wejangan yang diberikan kepadanya, menurut Qotir sangat menggurui. Ini yang tidak disukai oleh Qotir, Qotir sontak melepaskan kata-kata yang lebih dari menggurui kepada Lela. Di sinilah awal mula krisis-krisis akan perpecahan itu terjadi. Lela yang sangat amat mencintai Qotir hanya bisa diam, ia tidak mau menyeret dirinya kedalam kubangan yang akan membuat hubungan mereka pecah. Tidak hanya di tempat umum, di lingkungan sekolah pun, kedua pasangan ini selalu dihantui gosip yang bergentayangan, anehnya gosip itu selalu menggentayangi Lela, bukan Qotir.Wajah Lela yang masih cantik meski sudah mempunyai pacar dengan wajah biasa saja, membuat para laki-laki di SMAN Baru Jakarta, sekarang berlomba-lomba menjatuhkan Qotir demi memperbaiki citra Lela sebagai perempuan.
Kegeraman Qotir hampir mencapai puncaknya, tapi ia tidak mau melepaskan Lela begitu saja, tetapi ia juga tidak mau nama baiknya diinjak-injak hanya karena ia berhubungan dengan Lela. Lela yang mendengar gosip itu, tidak peduli, rasa sayangnya masih sepenuhnya kepada Qotir meski Qotir  selalu menuduhnya dengan asumsi yang tak masuk akal. Sekarang Qotir  hanya sibuk dengan keapatisannya sendiri. Hubungan mereka kini mulai diuji oleh Tuhan, atau oleh Syaitan. Dulu -seminggu sekali- Qotir selalu mengajak Lela melakukan aktivitas bersama-sama. Baik itu diskusi, belajar bersama, atau hanya sekedar nongkrong meminum secangkir kopi. Tetapi kini aktivitas itu hanya menjadi sebuah cerita yang tidak pantas lagi untuk di ceritakan. Qotir hanya sibuk dengan kesibukannya.Sifat cuek, easy going, dan apatisnya, membawanya jauh kedalam jurang keambiguan.
Dua Tahun menjalin hubungan bukan hal yang mudah , terutama bagi Qotir dan Lela. Sekarang mereka berdua telah lulus dari SMA. Seperti murid-murid lainnya, Qotir dan Lela saling berjabat tangan sambil bertukar pandang. Pandangan yang menurut Lela telah menyejukkan hatinya kembali setelah hampir 12 bulan tersesat dalam pencarian jati diri Qotir, pasangannya. Pandangan yang juga telah menghangatkan badan Qotir setelah sekian lama membeku dalam keapatisannya. Ujian yang sesungguhnya akan terjadi di sini. Ketika Lela merencanakan kuliah di luar Kota, tepatnya di Universitas Brawijaya, sedangkan Qotir yang lebih memilih kuliah di Jakarta, tepatnya di Universitas Negeri Jakarta. Mereka berdua seakan mengibarkan bendera perang kembali. Walaupun Lela berjanji bahwa ia akan pulang ke Jakarta pada akhir Desember tetapi percecokan diantara keduanya kini benar-benar tidak dapat di hindari. Jalan keluar akhirnya sudah diambil. Musyawarah mufakat telah disepakati. Lela senang akan keputusan Qotir yang terus melanjutkan hubungan mereka -meskipun hubungan jarak jauh. Lela langsung memeluk Qotir dengan erat. Qotir tidak bisa berkata apa-apa.Mulutnya seakan tertutup rapat di retsletingi oleh bibirnya sendiri. Bisa dibilang ironis, karena ini pertama kalinya mereka berpelukan selama 2 tahun berpacaran. Qotir segera melepaskan badannya dari pelukan hangat Lela. Mereka berdua telah berjanji akan terus mempertahankan hubungan ini, meskipun Qotir masih berat menerimanya. Sangat Berat.
Suara motor Satria F melaju kencang dari arah Universitas Islam Negeri Jakarta menujBogor. Angin malam ikut melaju dengan membawa hawa dingin yang seakan menusuk kedalam tubuh hingga ke hati pengendara motor yang berjaket kulit tersebut. Mobil ambulan dari arah berlawanan meluncur cepat dengan suara sirenenya yang tiada henti, mencoba memberitahu pengendara lain bahwa akan ada satu nyawa lagi yang akan melayang didalam mobil itu.Dari dimensi lain, malaikat pencabut nyawa membututi dari belakang mobil ambulan, dengan jubah serba hitam dan membawa tongkat, ia siap melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasannya. Sementara itu, pemuda yang membawa motor Satria F menambah kecepatan laju motornya, suasana sepi kota Pamulang membawanya ke dalam lembah kesendirian menuju kota hujan, Bogor. Dari dalam helm, raut wajah terlihat abstrak, marah, sedih, gelisah, bimbang, dan rindu melanda dan menerpa wajah pemuda yang semakin menambah laju kecepatan motornya.Sebelum berangkat, ternyata ia dalam keadaan hampir meledak, kepalanya makin mengeras, tanganya mengepal tinju yang siap menghantam apa saja yang ada di depannya. Kekasihnya yang berada di kota apel, Malang, ternyata sudah lupa akan dirinya. Pesan, telepon, tidak pernah di jawabnya walau hanya satu kata.Ia berasumsi bahwa kekasih jarak jauhnya kini telah asyik bersama pria lain yang lebih mapan, tampan,  dan intelek daripada dirinya. Asumsi dari dirinya sendiri itu makin membuatnya geram bercampur kangen.Geram ingin memukuli pria itu jika benar adanya, kangen ingin memeluk kekasihnya yang telah lama jauh dari dirinya. Suara motor melaju makin kencang, keramaian mulai terlihat di depan, tetapi hatinya masih sepi sunyi.  Suara hanphone berbunyi dibarengi dengan getaran, ia kaget, sangat kaget, roda motornya yang masih melaju kencang tidak mampu menahan rem yang telah ia tekan dengan jemari tangan kanannya. Ban depan motornya berdecit, mengeluarkan sedikit bunyi bahwa pertanda buruk akan terjadi, sedangkan ban belakang masih memutar kencang. GUBRAKKKKK!. Pemuda itu terhempas ke tanah dengan helm yang terlepas  jauh dari kepalanya. Belum sempat ia berteriak kesakitan, ia langsung tersungkur. Ia tak sadarkan diri selama beberapa saat. Kemudian, dengan sisa tenaganya, ia langsung mengambil handphone dari saku jaketnya. Matanya yang sipit akibat berbenturan dengan aspal jalan masih melihat-lihat kearah layar handphonenya. Satu pesan dari seseorang bernama Lela. ”Tir, aku sekarang udah di Jakarta, kebetulan sekarang aku mau maen kerumah kamu. Mau curhat banyak tir. Boleh ya?”. Pemuda itu kemudian menaruh handphonenya ke dalam sakunya kembali, pesannya tidak ia balas. Selang beberapa menit,  keramaian dan mobil ambulan datang menolong pemuda malang yang hampir tidak terselematkan itu. Roda ambulan melaju pelan dibarengi dengan sirene yang akan segera berbunyi pertanda bahwa akan ada satu nyawa lagi yang tidak akan terselamatkan. Di dalam ambulan, pemuda itu berbaring dan melihat samar-samar kekasihnya yang bernama Lela duduk disampingnya didampingi pria asing berjubah hitam. Mobil ambulan pun pergi meninggalkan tempat dibarengi khalayak yang masih ramai memperbincangkan kronologi kejadian itu. Beberapa saat, Malam kota Pamulang kembali sunyi.



Deni (temboksastra.blogspot.com)

Minggu, 04 November 2012

Iseng #Part 2

Seperti biasa. Lagi tenangnya gua di depan PC kesayangan gua.Gua (Ortu gua deng) beli nih PC tahun -kalo ga salah- 2010. Yah sekitar tahun itulah. Oh iya ini hari Minggu. Bentar lagi ada EPL, dan yang maen itu LIVERPOOL men!!! Lawannya sekarang rada berat nih. The Magpies alias Newcastle United. Mangkanya nih gua siapin fisik buat tidur tengah malem ntar, Hehehe

Ngomong-ngomong nyiapin fisik buat nonton bola, sekarang gua juga lagi bikin tugas. Parah nih tugas numpuk banget. Ada fonologi, menyimak, membaca, filsafat, ama sejarah sastra. Tuh tugas Insya Allah bakalan gua kebut dan akan selesai sekitar dua hari (aseek). dan sekarang juga lagi siap-siap buat UTS pertama gua sebg mahasiswa. 

Oke segitu aja kali yeee, gua ga mau banyak berkoar di sini. Masih banyak tugas yang kebengkalai noh. caoo ya.  Wassalam!

Sabtu, 27 Oktober 2012

Iseng #Part 1

17:22

Seperti biasa, gua lagi anteng-antengnya di depan komputer kesayangan gua. Dari luar kedengeran suara hujan yang meraung-raung (apalah) ditemani kilat yang sesekali datang ingin tahu apa yang terjadi di bumi Tuhan ini. 
Gua masih aja ngelakuin hal-hal yang menurut gua ga penting sejak siang hari tadi. Bangun pagi jam 10 lewat.  Abis ntu bikin sarapan sendiri. Bawa ke kamar. Nyalain PC, ngelanjutin buat cerpen gua. Sampe sekarang tuh cerpen belon kelar-kelar. 

Sementara itu babeh ama nyak lagi pada di luar rumah, menikmati suasana amis pemotongan kambing dan sapi yang tak berdosa. Emang di kampung gua, acara pemotongannya dilakuin sehari setelah solat ied, soalnya pas solat ied kemaren jatohnya hari jumat, jadi gak cukup waktu buat motong tuh hewan2. Nah di hari ini acaranya baru di gelar. Gua ngebayangin wajah hewan2 yang tak berdosa itu. Mereka diperlakukan layaknya hewan (lah emang hewan kan?!). 

Sore ini Nyak gua masak enak nih. Modal daging sapi sama tulang2nya, nyak gua bakalan bikin sesuatu yang belon pernah ia bikin sebelumnya. Tunggu aja dah!

Suara orang ngaji udah mulai kedengeran tuh! Dikit lagi maghrib. Waktunya CHAO.

Wassalam!

 

Jumat, 26 Oktober 2012

A Serbian Movie aka Srpski Film

Kalo dibilang film bokep bisa. kalo dibilang film horror juga bisa. Pokoknya buat yang suka nonton horror campur bokep campur violence campur gore. Recommended nih film, ampe di bilang film kontroversi. Nih gua capture gambarnya


Tuh kan, Lu bayangin dah tuh pada! Lagi begituan aja tangan cewenya pake diborgol. Tapi inget! Jangan nonton ama adek, bokap, nyokap. Apalagi yang bokap nyokapnya ustad ustadzah. Jangan yee!. Sendirian aja nontonnya. 


Senin, 08 Oktober 2012

Pasca Bogor

sekarang Jam 23:28.Masih ga tau di Arab jam berapa. Pasca pulang dari Bogor 2 hari yang lalu, skrg gua mutusin buat postingin apa2 aja yang ada di otak gua. 
Yang pertama gua itu ke Bogor buat ngikutin acara PKMJ (Pelatihan Kepemimpinan Mahasiswa Jurusan) dari UNJ. Gua bayar 50.000 buat acaranya. Pertamanya sih gua mikir2 dulu. Soalnya kalo dibandingin ama SHOW FBS, murahan show FBS loh. Yah tapi apa boleh buat! duitnya udah gua kasih ke bendahara acara. Yaudah gua ikutin aja acaranya. Beberapa jam sebelum berangkat ke Bogor, gua ngalamin kejadian yg ga mengenakan. Gua ditilang polisi. ga ditilang juga sih. Duit gua ludes gocap gara2 tuh polisi. Akhirnya gua cuma bawa duit 20.000 ke Bogor. Dan pas nyampe Bogor pun sial terus ngikutin gua. Celana dalem buat gua selama 3 hari di Bogor, ketinggalan. Parah ini, gua kata. Terus, indomie yang bakal gua makan mentah2, diabisin ama temen sekamar gua. Kaco dah tuh.
Yah itu segelintir kesialan gua pas di Bogor. Sekarang gua udah di rumah. Gila yah 3 hari-eh 4 hari deh-, ninggalin rumah itu rasanya kaya seminggu-mungkin lebay, tapi bener, soalnya di sono itu gua dituntut untuk beradaptasi dengan suasananya. Ga ada TV, Mandi 1 ruangan ber5. Macem-macem lah. Tapi bukannya gua bandingin mendingan di rumah apa di Bogor yah. Semuanya itu pasti ada manfaatnya kok. hehehehe

Yah itu aja kali yah, Jam 23:43, gua mau mati dulu selama beberapa jam. CHAO. Wassalam!

Minggu, 16 September 2012

Tugas Kedua (FONOLOGI?)

    Sekarang, Jam 23:26. Seharusnya gua udah di atas kasur-dengerin lagu-atau mungkin langsung tidur- pas udah ja segini mungkin, masalahnya udah hampir tengah malem ya kan?. Tapi ini gua enggak, sekarang, dalam keadaan tiga per empat sadar. gua masih nyari tugas gua buat di kumpulin besok. Fonologi nama tugas gua yg kedua ini. Mungkin ini buat gua nama yg cukup asing kali,  tapi berhubung ini kewajiban gua sebagai mahasiswa, mau nggak mau gua harus lakuin. kalo enggak gua bisa dikasih D. 
     Sebenernya sih gua mau postingin hal hal laen yg temanya mungkin tentang film, musik atau apalah. Ga cerita tentang keseharian gua gini. Yahh tapi beginilah sitausinya sekarang, gua tumpahin aja semuanya dalam blog gua ini. Lagian kan ga ada ruginya ini, hehehe.
     Mungkin sebagai penutup buat di akhirnya (emang harusnya penutup di akhir ya!). Udah jam 23:33, stengah jam lagi hari senen. Gua mesti ngerjain nih tugas abis itu tidur, jam 4 bangun, kalo bisa solat tahajud, soalnya akhir2 ini gua udh jauh sama Tuhan, ga bersyukur lagi nih gua sama Yang Maha Pencipta. Parah banget kan? aduhh, yaudahlah INGET INI BUKAN CURHAT YA! CUMA SEKEDAR BERCERITA

Selasa, 11 September 2012

Tugas Pertama

sekarang pukul 22:09 (di Pc gua, ga tau di Arab jam berapa). Gua lagi anteng depan komputer buka 3 tab sekaligus. Tab yang pertama nyari tugas tentang Linguistik, Tab yg kedua Blog gua, tab yg ketiga ..... ahahahay ga bakal gua kasih tau cukup gua ama Allah yang tau.
Ngomongin soal tugas pertama gua nih, sekarang gua udah ngerasain gimana rasanya hidup sebagai mahasiswa. Banyak tugas, godaan juga banyak, mau molor, mau maen. Tapi disini gua bersih keras, soalnya udah mahasiswa. Gua mau membangun idealisme gua. Gua mesti pinter-pinter bagi waktu, kapan harus ngerjain tugas, kapan harus refresing, kapan harus....apalagi yah? yah itulah. Pertamanya gua beranggapan ke dosen gua begini "wah kacau nih, mentang2 maba. Tapi ternyata setelah gua nanya2 ama senior gua yg satu jurusan, mereka juga di perlakukan seperti itu juga ketika mereka pertama kali masuk dunia perkuliahan". Di situ gua mulai sadar sob, gua ga boleh ngebantah tugas dari dosen, apalagi tugas ini ga buat di masa sekarang aja. Ya kan?! Pasti tuh dosen ngasih tugas buat prospek gua kedepannya yg Insya Allah prospek gua kedepannya cerah! AMIN!hahahhaha

Mungkin segitu aja kali ya postingan gua buat malem ini. Udah jam 22:18. Inget ini bukan curhat, CUMA SEKEDAR BERCERITA!

Sabtu, 11 Agustus 2012

Dawn of the Dead

Sebenernya sih ni film bukan film baru, tapi ga tau kenapa gua ga bosen-bosennya nonton nih film. Film yang bergenre Horror-Action ini kalo menurut gua cukup sukses lah. Tapi banyak yg bilang lebih bagus versi Geoage A. Romero dari pada versi remakenya, katanya lebih penuh dengan gore,blood, sama violence. Tapi gua lebih suka film yang disutradarai ama bang Zack Snyder ini, soalnya kalo menurut gua versi aslinya itu kan rilisnya tahun 70an gitu, jadi special effectnya kurang dari pada tahun-tahun sekarang era 21th Century, hehehe.

Film ini rilis tahun 2004 (kalo ga salah). Disutradari Zack Snyder yang terkenal dengan slow motionnya itu. dan naskahnya ditulis oleh James Gunn. Pemerannya juga lumayan terkenal sob, ada Jake Weber, Sarah Polley, dan Ving Rhames tentunya. Itu yang perannya protagonist kalo menurut gua. Kalo yang antagonist ada Mekhi Piffer, Ty Burrel, dan yg pasti zombie-zombienya itu, hehehe. Dan yang lebih surprisenya lagi, menurut kabar dari internet ini film bakal dibuat sekuelnya, dengan judul Army of the Dead.  mantep dah!






Kalo masalah premis tentang film ini cukup sederhana sih. Sekelompok penduduk dari berbagai macam profesi, mulai dari perawat, penjual TV, sampe ada polisi segala dan sebagainya. Mereka berjuang survive dari virus misterius yang mengubah tempat tinggal mereka menjadi tempat ajang saling memakan sesama. Penjelasan virus apa yang menjangkit penduduk kota ini ga dijelasin soalnya dari 10-15 menit awal film kita bakalan disuguhin sama gambaran chaos-nya situasi ketika virus tsb menyebar dan mengubah penduduk yang terjangkit menjadi kanibal (zombie). Dan untuk mempertahankan hidup, mereka tinggal di sebuah mal besar. Awalnya mereka diperlakukan seperti pembantu oleh security mal yang diketuai oleh CJ (Michael Kelly). tapi pada akhirnya mereka saling membantu untuk merencanakan keluar dari mal tsb karena populasi kanibal yang telah mengetahui ada manusia/daging segar didalam mal itu. Oh iya di film ini juga ada deleted scenesnya kalo ga salah, tapi gua lupa judulnya apa (Heh). Di deleted scenesnya itu dijelasin ada berita tentang proses penyebaran virus tsb, sama cerita tentang found footage video survivor yg punya toko senjata, yg temenya Kenneth (Ving Rhames). Asli sereman deleted scenesnya kalo menurut gua.

Jadi kesimpulannya, ini film kalo menurut subjektif sih cukup sukses untuk sebuah film remake, apalagi dari masternya zombie (George A. Romero). Dan buat sequelnya gua skrg juga lagi nyari2 informasi gimana kelanjutan ceritanya. Apakah akan meneruskan cerita dari yang pertama yg kalo menurut gua itu bersambung (kayak sinetron)? Atau bakalan mepersiapkan karakter2 baru dan premis2 baru? Ditunggu aja yee!





Jumat, 10 Agustus 2012

Gantung Diri

Ruas-ruas jari memegang erat sebuah tali
Entah dimana aku menempatkan akal pikiranku
Zalimkah aku?, Marahkah Tuhan akan perbuatanku?
Atau mungkin Tuhan memang sedang ingin membisu?

Deras hujan di tengah malam tanpa bulan
Empati dan simpati tidak akan datang, bahkan secara perlahan
Narasi monolog dalam hati mengatakan
Ingatlah Tuhan!, ingatlah alquran!, ingatlah wahai engkau bajingan

Sudah bulat, sudah mantap
Anjing di dalam tanah, ambigu memperparah
Putra ayah depresi ditempat antah berantah
Untukmu wahai ibu, maaf, aku hanya seorang dungu
Terserah apa yang akan Tuhan berikan nanti
Ruas-ruas jari ini memegang erat sebuah tali
Aku mati, aku bunuh diri

Kamis, 09 Agustus 2012

Universitas Negeri Jakarta

setelah 3 tahun menjalani masa masa SMA, akhirnya gua keluar juga (ya iyalah, masa mau terus2an). Sekarang hidup gua dimulai lagi dari lembaran baru, ciee aseek, bukan siswa lagi, melainkan MAHASISWA. 

Alhamdulillah, gua lulus dalam tes SNMPTN, mau tau gua dapet dimana? wettt ini dia


















puji syukur bggt gua diterima di UNJ, sebenernya sih gua mau kuliah diluar kota, kalo perlu diluar pulau. Tapi bokap gua kurang setuju, apa guanya yang kasian ama ortu gua kali?  gua mikirnya sih gua ga mau ngebebanin mereka dengan gua kuliah diluar kota. Lagian kuliah diluar kota itu juga butuh dana yg ga sedikit juga kan? selain buat nge-kost, makan, ama yang lainnya dah. Trus belom lagi ga ada yg ngawasin gua, gua tau Mahasiswa itu emang harus belajar mandiri (bukan mandi sendiri ya). Tapi kan, apa perlu belajar mandiri itu harus kuliah di luar kota? nggak kan, belajar mandiri itu bisa lewat mana aja. Lagipula menurut gua UNJ juga cukup bagus kok. Sepupu gua ada yg lulusan UNJ, alhamdulillah dia sukses. ohh iya, buat jurusan gua keterima di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Gila banget, byk yg ngejek gua, ada yg ngomong gini "lu mau jadi apa masuk sastra indonesia?, setiap hari lu juga ngomong bahasa Indonesia kan?". Gua cuma bisa diem ngedenger orang ngejek gua kyk begitu. gua mikir gua kuliah bukan jadiin tumpuan gua buat cari kerja, tapi gua pengen belajar hal-hal baru yang sebelumnya belom gua pernah pelajarin. Guru les gua pernah bilang "Jangan kuatir masalah jurusan, yang penting jalanin aja dulu apa yang ada, kalo misalnya kamu pintar dijurusan yang kamu ambil terus kamu lulus dengan nilai yang sangat memuaskan (cum laude), kamu ga perlu cari kerja, kerja yang nyari kamu". disitu gua langsung termotivasi dong. lagian gua juga kagak begitu suka sih kerja dikantor2 gitu. disitu gua mantep langsung ambil jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia di pilihan pertama. Yoii sob,heheh. Sekarang gua tinggal ngikutin acara2 yg dibuat sama fakultas dan jurusan gua. Kalo dulu namanya ospek, sekarang namanya MPA (Masa Pengenalan Akademik). Yappp gitu aja kali yah, cape ngetik mulu, mana puasa lagi!

HIDUP MAHASISWA